Oleh: Nurcholis Madjid
Maulid, sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad
saw. merupakan suatu hari besar yang dirayakan di mana-mana oleh seluruh dunia
Islam, kecuali di Saudi Arabia. Di Saudi Arabia, perayaan maulid dianggap
sebagai bid’ah yang haram hukumnya. Sebenarnya, di Indonesia ada juga kelompok
yang menganggap maulid sebagai bid`ah, dan karena itu haram. Dikatakan bidah
karena memang maulid tidak terdapat pada zaman Rasulullah maupun pada zaman
sahabat. Bahkan maulid juga tidak terdapat pada zaman tabi`in, pada zaman
kekhalifahan Bani Umayah sampai khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, pada zaman imam
mazdhab (Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hanbal, Abu Hanifah dan Idris al-Syafi`i),
dan pada zaman para pengumpul hadis (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibn
Majah, dan Abu Dawud). Pertanyaannya kemudian, sejak kapan maulid ini ada?
Menurut
catatan sejarah Islam, pernah terjadi perang antara umat Islam dengan umat
Kristen Eropa yang dikenal dengan perang Salib. Perang ini berjalan cukup lama
dan tidak satu pun kelompok yang memperoleh kemenangan atau menderita
kekalahan secara permanen. Begitu lamanya perang Salib ini, sehingga kemenangan
dan kekalahan silih berganti dialami masing-masing kelompok.
Lahirnya
perang yang berkepanjangan ini, disinyalir sebagai akibat dari tindakan-tindakan
Bani Saljuk (keturunan Turki dari Asia Tengah dengan ras Mongolaid) yang boleh
disebut provokatif. Pada mulanya, Bani Saljuk menyerbu daerah-daerah Islam
hanya dengan niat untuk menjarah, merampas kekayaan, dan melampiaskan nafsu
berkuasa. Prototipe ini dapat
dilihat dari tindakan-tindakan Jengis Khan dan Timur Lenk yang kegemarannya
adalah menumpuk tengkorak manusia sampai menjadi piramid.
Orang-orang
Mongol yang datang dengan kebengisan dan mengobarkan peperangan yang luar biasa
akibat penguasaan teknik penggunaan kuda, dilihat dari segi fisik memang
cakap, tetapi secara ideologis mereka lemah, sehingga secara ajaib malah masuk
Islam. Karena itu, menurut istilah sosiologi agama, mereka menderita convert
complex (tingkah laku keagamaan ekstrem yang biasanya dialami oleh pemeluk
baru agama [dalam Islam, mu'allaf]). Keekstreman orang-orang Mongol
tampak ketika Bani Saljuk berhasil merebut Yerusalem dan melarang orang Kristen memasukinya. Tindakan ini berlawanan dengan kebiasaan ketika Yerusalem berada di
tangan orang-orang Islam Arab yang membebaskan orang-orang Kristen masuk al-Quds
atau al-Bait
al-Maqdis di Yerusalem. Pelarangan orang Kristen masuk Yerusalem inilah yang
dapat menimbulkan provokasi.
Menanggapi
pelarangan tersebut, Paus yang ada di Roma mengumumkan kepada seluruh pengikut
Kristen bahwa barang siapa bersukarela untuk pergi ke Yerusalem dia dijamin
masuk surga. Dengan iming-iming jaminan masuk surga, orang Kristen Eropa
berbondong-bondong menyerbu daerah Islam, terutama Syria, di mana Yerusalem
berada. Orang-orang Salib yang datang adalah orang-orang biasa, sehingga yang
dijadikan sasaran bukan semata orang Islam. Ketika melewati daerah
Konstantinopel yang masih Kristen pun mereka jadikan sasaran. Dari sinilah
Perang Saling yang berkepanjangan dan sangat melelahkan itu dimulai.
Bagi
tentara Salib, bukan semata maklumat Paus dengan iming-iming masuk surga yang
mendasari semangat juang menduduki daerah Islam. Ada sesuatu lain yang menjadi
sumber kekuatan mereka, peringatan Natal. Peringatan Natal (kelahiran Isa
al-Masih [mîlâd al-Masîh]) selalu diperingati tentara Salib
sebagai suatu momen untuk membangkitkan semangat juang mereka, untuk
mengingatkan bahwa mereka berada dalam perjuangan suci dalam menegakkan
kebenaran.
Adalah
Shalahuddin al-Ayyubi, seorang sultan dari Mesir yang sangat bijaksana dan
cerdas, menjadi salah seorang panglima pasukan Islam dalam Perang Salib yang
membawa kemenangan. Baginya, perang bukanlah sekedar mengandalkan kekuatan
pasukan dan strategi. Lebih penting dari itu, semangat juang harus selalu
dipertahankan dan bahkan kalau mungkin ditingkatkan. Karenanya, al-Ayyubi tidak
segan-segan untuk mengambil pelajaran dari peringatan Natal tentara Salib
dengan mengadakan peringatan hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. Atas idenya tersebut kemudian maulid
diperingati sampai sekarang.
Latar
belakang kelahirannya yang ditujukan untuk membangkitkan semangat juang pasukan
Islam, maka yang dibaca di dalamnya adalah al-maghâzî, yaitu
cerita-cerita perang Nabi saw. Di dalamnya berisi tentang bagaimana Nabi
mengorganisir tentaranya dalam perang Badar, bagaimana perang Uhud, bagaimana
perang Khandak, bagaimana Makkah itu sendiri ditaklukkan pada yaum al-fath,
dan cerita-cerita heroik mengenai para sahabatnya. Pembacaan al-maghâzî
seolah-olah dimaksudkan untuk mengingatkan pasukan Islam waktu itu, bahwa Nabi
saw. adalah seorang jendral dan ahli perang (stragtech), dan para
sahabat adalah tentara-tentara yang tidak pernah mengenal kalah.
Dengan
peringatan maulid, semangat juang pasukan Islam termotivasi untuk bangkit.
Mereka memerangi tentara Salib dengan semangat yang tinggi, dan berhasil
mengusirnya dari dunia Islam untuk selamanya. Inilah permulaan dari akhir
perang Salib.
Sebagian besar
ulama mengetahui sejarah lahirnya maulid seperti di atas, yang itu berarti
bidah. Bagi sebagian mereka, meskipun bidah, tetapi bid'ah yang baik. Dalam
istilah fiqihnya, bidah hasanah,
yaitu suatu kreativitas yang baik. Karena merupakan kreativitas, maka orang
berbeda pendapat menilainya. Ada yang menerima, dan ada yang menolak. Bahkan
di Saudi Arabia pun yang menganut secara resmi paham kebid`ahan maulid, masih
banyak orang yang mencuri-curi untuk mengadakan maulid. Salah satunya adalah
Zaki Yamani, menteri perminyakan yang kemudian dipecat Raja Fahd.
0 komentar:
Post a Comment