Sunday, December 18, 2016

Maulid: Bid'ah*

Oleh: Nurcholis Madjid


Maulid, sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad saw. merupakan suatu hari besar yang dirayakan di mana-mana oleh seluruh dunia Islam, kecuali di Saudi Arabia. Di Saudi Arabia, perayaan maulid dianggap sebagai bidah yang haram hukumnya. Sebenarnya, di Indonesia ada juga kelompok yang menganggap maulid sebagai bid`ah, dan karena itu haram. Dikatakan bidah karena memang maulid tidak terda­pat pada zaman Rasulullah maupun pada zaman sahabat. Bahkan maulid juga tidak terdapat pada zaman tabi`in, pada zaman kekhalifahan Bani Umayah sampai khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, pada zaman imam mazdhab (Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hanbal, Abu Hanifah dan Idris al-Syafi`i), dan pada zaman para pengumpul hadis (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Majah, dan Abu Dawud). Pertan­yaannya kemudian, sejak kapan maulid ini ada?

Menurut catatan sejarah Islam, pernah terjadi perang antara umat Islam dengan umat Kristen Eropa yang dikenal dengan perang Salib. Perang ini berjalan cukup lama dan tidak satu pun kelompok yang memperoleh kemenan­gan atau menderita kekalahan secara permanen. Begitu lamanya perang Salib ini, sehingga kemenangan dan kekala­han silih berganti dialami masing-masing kelompok.

Lahirnya perang yang berkepanjangan ini, disinyalir sebagai akibat dari tindakan-tindakan Bani Saljuk (ketur­unan Turki dari Asia Tengah dengan ras Mongolaid) yang boleh disebut provokatif. Pada mulanya, Bani Saljuk menyerbu daerah-daerah Islam hanya dengan niat untuk menjarah, merampas kekayaan, dan melampiaskan nafsu berkuasa. Proto­tipe ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan Jengis Khan dan Timur Lenk yang kegemarannya adalah menumpuk tengkorak manusia sampai menjadi piramid.

Orang-orang Mongol yang datang dengan kebengisan dan mengobarkan peperangan yang luar biasa akibat pengua­saan teknik penggunaan kuda, dilihat dari segi fisik memang cakap, tetapi secara ideologis mereka lemah, se­hingga secara ajaib malah masuk Islam. Karena itu, menurut istilah sosiologi agama, mereka menderita convert complex (tingkah laku keagamaan ekstrem yang biasanya dialami oleh pemeluk baru agama [dalam Islam, mu'allaf]). Keekstreman orang-orang Mongol tampak ketika Bani Saljuk berhasil merebut Yerusalem dan melarang orang Kristen memasukinya. Tindakan ini berlawanan dengan kebiasaan ketika Yerusalem berada di tangan orang-orang Islam Arab yang membebaskan orang-orang Kristen masuk al-Quds atau al-Bait al-Maqdis di Yerusalem. Pelarangan orang Kristen masuk Yerusalem inilah yang dapat menimbulkan provokasi.

Menanggapi pelarangan tersebut, Paus yang ada di Roma mengumumkan kepada seluruh pengikut Kristen bahwa barang siapa bersukarela untuk pergi ke Yerusalem dia dijamin masuk surga. Dengan iming-iming jaminan masuk surga, orang Kristen Eropa berbondong-bondong menyerbu daerah Islam, terutama Syria, di mana Yerusalem berada. Orang-orang Salib yang datang adalah orang-orang biasa, sehingga yang dijadikan sasaran bukan semata orang Islam. Ketika melewati daerah Konstantinopel yang masih Kristen pun mereka jadikan sasaran. Dari sinilah Perang Saling yang berkepanjangan dan sangat melelahkan itu dimulai.
Bagi tentara Salib, bukan semata maklumat Paus dengan iming-iming masuk surga yang mendasari semangat juang menduduki daerah Islam. Ada sesuatu lain yang menja­di sumber kekuatan mereka, peringatan Natal. Peringatan Natal (kelahiran Isa al-Masih [mîlâd al-Masîh]) selalu diperingati tentara Salib sebagai suatu momen untuk membangkitkan semangat juang mereka, untuk mengingatkan bahwa mereka berada dalam perjuangan suci dalam menegakkan kebenaran.

Adalah Shalahuddin al-Ayyubi, seorang sultan dari Mesir yang sangat bijaksana dan cerdas, menjadi salah seorang panglima pasukan Islam dalam Perang Salib yang membawa kemenangan. Baginya, perang bukanlah sekedar mengandalkan kekuatan pasukan dan strategi. Lebih penting dari itu, semangat juang harus selalu dipertahankan dan bahkan kalau mungkin ditingkatkan. Karenanya, al-Ayyubi tidak segan-segan untuk mengambil pelajaran dari peringa­tan Natal tentara Salib dengan mengadakan peringatan hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. Atas idenya tersebut kemudian maulid diperingati sampai sekarang.

Latar belakang kelahirannya yang ditujukan untuk membangkitkan semangat juang pasukan Islam, maka yang dibaca di dalamnya adalah al-maghâzî, yaitu cerita-cerita perang Nabi saw. Di dalamnya berisi tentang bagaimana Nabi mengorganisir tentaranya dalam perang Badar, bagaimana perang Uhud, bagaimana perang Khandak, bagaimana Makkah itu sendiri ditaklukkan pada yaum al-fath, dan cerita-cerita heroik mengenai para sahabatnya. Pembacaan al-maghâzî seolah-olah dimaksudkan untuk mengingatkan pasukan Islam waktu itu, bahwa Nabi saw. adalah seorang jendral dan ahli perang (stragtech), dan para sahabat adalah tentara-tentara yang tidak pernah mengenal kalah.

Dengan peringatan maulid, semangat juang pasukan Islam termotivasi untuk bangkit. Mereka memerangi tentara Salib dengan semangat yang tinggi, dan berhasil mengusirn­ya dari dunia Islam untuk selamanya. Inilah permulaan dari akhir perang Salib.

Sebagian besar ulama mengetahui sejarah lahirnya maulid seperti di atas, yang itu berarti bidah. Bagi sebagian mereka, meskipun bidah, tetapi bid'ah yang baik. Dalam istilah fiqihnya, bidah hasanah, yaitu suatu kreativitas yang baik. Karena merupakan kreativitas, maka orang berbe­da pendapat menilainya. Ada yang menerima, dan ada yang menolak. Bahkan di Saudi Arabia pun yang menganut secara resmi paham kebid`ahan maulid, masih banyak orang yang mencuri-curi untuk mengadakan maulid. Salah satunya adalah Zaki Yamani, menteri perminyakan yang kemudian dipecat Raja Fahd.


*Tulisan ini diambil dari kumpulan tulisan Prof. Dr. Nurcholis Madjid (Cak Nur)

0 komentar:

Post a Comment