Oleh : Adrian
Raditya *)
© Istimewa |
Seringkali
dalam dunia mahasiswa, kita menunda-nunda pekerjaan, berleha-leha ,
bersantai-santai sampai akhirnya terasa waktu mulai menyayat perlahan hingga
menjerat kita dalam kondisi yang benar-benar “di garis batas kematian”
(deadline). Hal tersebut menyebabkan kita tidak dapat berpikir secara jernih,
bukannya melakukan yang terbaik untuk mengerjakan tugas, malah berpikir untuk
mencari jalan pintas untuk mengerjakan seadanya hingga mencari alasan untuk
menghindari tanggung jawab kita terhadap tugas tersebut, malingering (pura-pura
yang bertujuan mendapatkan hasil yang jelas, menghindari pekerjaan). Tekanan
pada garis kematian (deadline) ini menimbulkan kecemasan tidak dapat
menyelesaikan tugasnya, menambah beban
pikiran, stres. Mencari jalan pintas hingga berpura-pura mencari alasan. Bahkan
ada orang, sebut saja Aceng Fikri, dengan keluhan fisik berulang, namun dokter
tidak dapat mendiagnosa penyakitnya bahkan mengobatinya, akibat stres dan
tujuan penghindaran kegagalan, mencari simpati, disebut hipochondriasis yang
merupakan salah satu gangguan somatoform. Apakah kita termasuk orang seperti
itu?Dalam
psikologi, istilah penundaan pekerjaan tersebut disebut prokrastinasi, berarti
tindakan mengganti tugas berkepentingan tinggi dengan tugas berkepentingan
rendah, sehingga tugas penting pun tertunda. Psikolog sering
menyebut perilaku ini sebagai mekanisme untuk
mencakup kecemasan yang
berhubungan dengan memulai atau menyelesaikan tugas atau keputusan apapun.
Schraw, Pinard, Wadkins, dan Olafson menetapkan tiga kriteria agar suatu
perilaku dapat dikelompokkan sebagai prokrastinasi: harus kontraproduktif,
kurang perlu, dan menunda-nunda.
Prokrastinasi dapat mengakibatkan stres, rasa bersalah dan krisis, kehilangan produktivitas pribadi, juga penolakan sosial untuk tidak memenuhi tanggung jawab atau komitmen. Perasaan ini jika digabung dapat mendorong prokrastinasi berlebihan. Meski dianggap normal bagi manusia sampai batas tertentu, hal ini dapat menjadi masalah jika melewati ambang batas normal. Prokrastinasi kronis bisa jadi tanda-tanda gangguan psikologis terpendam.
Pelajaran :1. Bersegera mengerjakan pekerjaan baik dan memperbanyak ketaatan, tidak lalai dan menunda-nunda karena dia tidak tahu kapan datang ajalnya.2. Menggunakan berbagai kesempatan dan momentum sebelum hilangnya berlalu.3. Pekerjaan dunia dituntut untuk menjaga jiwa dan mendatangkan manfaat, seorang muslim hendaknya menggunakan semua itu untuk tujuan akhirat.4. Bersungguh-sungguh menjaga waktu dan mempersiapkan diri untuk kematian dan bersegera bertaubat dan beramal shaleh. “Peliharalah waktu. Waktu laksana sebilah pedang. Jika Engkau tidak menebaskannya, ia yang akan menebasmu. Sejatinya, segala cita dapat digapai dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin.”Manakala kita melewatkan waktu, membiarkan waktu berlalu tanpa berarti itu berarti kesia-siaan. Manfaatkanlah waktu yang telah diberikan Allah sebaik mungkin, syukuri dengan beramal, syukuri dengan melakukan pekerjaan dunia, dan akhirat serta tidak menyia-nyiakannya. Siapa yang tahu ajal kapan menjemput, siapa yang mengetahui kapan datangnya waktu kita, sedangkan kita membuang waktu. Jangan sampai kita menyesal, kawan. Mengapa ini perlu diwaspadai?Karena, Hukum Inersia (hukum newton 1) berlaku juga bagi psikologis dan perilaku manusia.Yang berbunyi : “Setiap benda akan selalu mempertahankan kedudukannya yang disebut sifat lembam benda, yaitu keadaan tetap diam atau tetap bergerak beraturan. Setiap benda akan tetap bergerak lurus beraturan atau tetap dalam keadaan diam jika tidak ada resultan”.
Semakin kita diam, menunda, kita akan larut dalam keadaan seperti itu, atau terus bergerak, bekerja, beramal, berkelanjutan, produktif. Tanpa ada dorongan, dari diri kita sendiri, kita akan tetap diam dan menunda. Jadi mulailah bergerak bekerja progresif, sekarang!
*) Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM 2009, Tulisan ini disampaikan sebagai pengantar dalam Diskusi Mingguan HMI Ilmu Budaya UGM
0 komentar:
Post a Comment