Terompet Tahun Baru

Aku tertegun melihat hilir mudik orang dan lalu lalang kendaraan di jalan. Semrawut dan tidak beraturan sama sekali. Sementara langit Jogja sedari siang tadi muram dengan mendung putihnya yang tiada berganti.

Prokrastinasi; Perilaku Prokrastinator Diambang Deadline

Seringkali dalam dunia mahasiswa, kita menunda-nunda pekerjaan, berleha-leha , bersantai-santai sampai akhirnya terasa waktu mulai menyayat perlahan hingga menjerat kita dalam kondisi yang benar-benar “di garis batas kematian” (deadline).

Sepakbola : Antara Olah Raga, Agama, Industri, dan Pertarungan Ideologi Politik

Sepakbola adalah olahraga paling masyhur dan populer sejagad. Olah raga ini mempunyai penggemar paling banyak dibandingkan dengan olah raga lain. Para penggemarnya terdiri dari berbagai kalangan dan kelas sosial, dari anak-anak hingga orang dewasa, dari kelas buruh hingga bangsawan, dari rakyat jelata hingga presiden.

Gerakan Fundamentalisme Agama: Akar Konflik Dunia yang Berkepanjangan

Salah satu fenomena paling mengejutkan di akhir abad ke-20 adalah munculnya apa yang disebutkan dengan “fundamentalisme” dalam tradisi keagamaan dunia. Fundamentalisme menjadi wacana yang belakangan memperoleh perhatian luas. Segala bentuk kekerasan atas nama agama atau kelompok akan selalu dikaitkan dengan gerakan fundamentalisme.

Latihan kader 1

Bergambar bersama setelah acara Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Ilmu Budaya UGM

Tuesday, December 20, 2016

Napak Tilas Sejarah Kelahiran HMI



Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ungkapan fenomenal dari presiden RI pertama Soekarno ini selalu terngiang-ngiang di benak para alumni HMI. Pada hari Minggu, tepatnya pada 11 Desember 2016, KAHMI Forever Jalan Sehat (KFJS) chapter Yogyakarta beserta kader-kader HMI cabang Yogyakarta dan HMI Cabang Bulaksumur Sleman seperti biasa mengadakan jalan sehat rutin setiap bulan. Namun, jalan sehat pada kesempatan kali ini terasa lebih spesial dibandingkan sebelumnya, karena acara jalan sehat pada kesempatan ini bertajuk napak tilas atau niti laku perjalanan sejarah kelahiran HMI, yaitu dengan melewati rute jalan yang terdapat tempat-tempat yang memiliki arti dan nilai sejarah bagi HMI pada masa-masa awal kelahirannya. Adapun rute yang dilewati adalah jalan secodiningratan (sekarang bernama jalan Panembahan Senopati) tempat bekas gedung Sekolah Tinggi Islam (STI) berada, di mana Lafran Pane dkk memprakarsai berdirinya HMI pada 5 Februari 1947. Di tempat yang sama, kira-kira berjarak hanya beberapa meter di sebelah Barat bekas gedung STI, terdapat gedung yang dulu menjadi asrama mahasiswa STI dan juga menjadi kantor sekretariat pertama HMI setelah kelahirannya. Kini bekas gedung STI tersebut telah menjadi bangunan sekolah yang dikelola oleh yayasan Marsudirini.
Peserta KFJS berpose di depan SD Marsudirini (Bekas gedung STI) di jalan Panembahan Senopati (dulu bernama jalan Secodiningratan) Yogyakarta 

Bekas gedung asrama mahasiswa STI dan kantor sekretariat pertama HMI
Gedung STI yang kini telah menjadi bangunan sekolah yang dikelola Yayasan Marsudirini

Perjalanan lalu dilanjutkan menuju jalan Ahmad Dahlan, tempat kantor PB HMI pertama berada sebelum pindah ke Jakarta pada bulan Juli 1951. Kantor PB HMI pertama tersebut barada di Gedung Muhammadiyah Yogyakarta. Konon, kantor PB HMI pertama masih menumpang tempat di gedung Muhammadiyah Yogyakarta. Perjalanan selanjutnya yaitu rute terakhir menuju tempat yang tak kalah fenomenal dan bersejarah, khususnya bagi para alumni HMI Yogyakarta, yaitu jalan Dagen 16. Di jalan yang besebelahan dengan jalan Malioboro ini dulu pernah berdiri kantor sekretariat HMI Cabang Yogyakarta sebelum berubah menjadi bangunan Whiz Hotel pada medio tahun 2000-an.
Berpose di depan jl. Dagen 16 yang kini telah berubah menjadi bangunan Whiz Hotel
Gedung Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan, tempat kantor pertama PB HMI sebelum pindah ke Jakarta pada 1951

Setelah melalui rute-rute yang telah direncanakan, para peserta jalan sehat mengakhiri acara tersebut dengan berkumpul kembali di Kantor Pelayanan Pajak di jalan Panembahan Senopati (secodiningratan) yang dilanjutkan dengan acara silaturrahmi antara alumni tua dan muda, serta penggalangan dana untuk korban bencana gempa bumi di Pidie Aceh.

Sunday, December 18, 2016

Maulid: Bid'ah*

Oleh: Nurcholis Madjid


Maulid, sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad saw. merupakan suatu hari besar yang dirayakan di mana-mana oleh seluruh dunia Islam, kecuali di Saudi Arabia. Di Saudi Arabia, perayaan maulid dianggap sebagai bidah yang haram hukumnya. Sebenarnya, di Indonesia ada juga kelompok yang menganggap maulid sebagai bid`ah, dan karena itu haram. Dikatakan bidah karena memang maulid tidak terda­pat pada zaman Rasulullah maupun pada zaman sahabat. Bahkan maulid juga tidak terdapat pada zaman tabi`in, pada zaman kekhalifahan Bani Umayah sampai khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, pada zaman imam mazdhab (Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hanbal, Abu Hanifah dan Idris al-Syafi`i), dan pada zaman para pengumpul hadis (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Majah, dan Abu Dawud). Pertan­yaannya kemudian, sejak kapan maulid ini ada?

Menurut catatan sejarah Islam, pernah terjadi perang antara umat Islam dengan umat Kristen Eropa yang dikenal dengan perang Salib. Perang ini berjalan cukup lama dan tidak satu pun kelompok yang memperoleh kemenan­gan atau menderita kekalahan secara permanen. Begitu lamanya perang Salib ini, sehingga kemenangan dan kekala­han silih berganti dialami masing-masing kelompok.

Lahirnya perang yang berkepanjangan ini, disinyalir sebagai akibat dari tindakan-tindakan Bani Saljuk (ketur­unan Turki dari Asia Tengah dengan ras Mongolaid) yang boleh disebut provokatif. Pada mulanya, Bani Saljuk menyerbu daerah-daerah Islam hanya dengan niat untuk menjarah, merampas kekayaan, dan melampiaskan nafsu berkuasa. Proto­tipe ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan Jengis Khan dan Timur Lenk yang kegemarannya adalah menumpuk tengkorak manusia sampai menjadi piramid.

Orang-orang Mongol yang datang dengan kebengisan dan mengobarkan peperangan yang luar biasa akibat pengua­saan teknik penggunaan kuda, dilihat dari segi fisik memang cakap, tetapi secara ideologis mereka lemah, se­hingga secara ajaib malah masuk Islam. Karena itu, menurut istilah sosiologi agama, mereka menderita convert complex (tingkah laku keagamaan ekstrem yang biasanya dialami oleh pemeluk baru agama [dalam Islam, mu'allaf]). Keekstreman orang-orang Mongol tampak ketika Bani Saljuk berhasil merebut Yerusalem dan melarang orang Kristen memasukinya. Tindakan ini berlawanan dengan kebiasaan ketika Yerusalem berada di tangan orang-orang Islam Arab yang membebaskan orang-orang Kristen masuk al-Quds atau al-Bait al-Maqdis di Yerusalem. Pelarangan orang Kristen masuk Yerusalem inilah yang dapat menimbulkan provokasi.

Menanggapi pelarangan tersebut, Paus yang ada di Roma mengumumkan kepada seluruh pengikut Kristen bahwa barang siapa bersukarela untuk pergi ke Yerusalem dia dijamin masuk surga. Dengan iming-iming jaminan masuk surga, orang Kristen Eropa berbondong-bondong menyerbu daerah Islam, terutama Syria, di mana Yerusalem berada. Orang-orang Salib yang datang adalah orang-orang biasa, sehingga yang dijadikan sasaran bukan semata orang Islam. Ketika melewati daerah Konstantinopel yang masih Kristen pun mereka jadikan sasaran. Dari sinilah Perang Saling yang berkepanjangan dan sangat melelahkan itu dimulai.
Bagi tentara Salib, bukan semata maklumat Paus dengan iming-iming masuk surga yang mendasari semangat juang menduduki daerah Islam. Ada sesuatu lain yang menja­di sumber kekuatan mereka, peringatan Natal. Peringatan Natal (kelahiran Isa al-Masih [mîlâd al-Masîh]) selalu diperingati tentara Salib sebagai suatu momen untuk membangkitkan semangat juang mereka, untuk mengingatkan bahwa mereka berada dalam perjuangan suci dalam menegakkan kebenaran.

Adalah Shalahuddin al-Ayyubi, seorang sultan dari Mesir yang sangat bijaksana dan cerdas, menjadi salah seorang panglima pasukan Islam dalam Perang Salib yang membawa kemenangan. Baginya, perang bukanlah sekedar mengandalkan kekuatan pasukan dan strategi. Lebih penting dari itu, semangat juang harus selalu dipertahankan dan bahkan kalau mungkin ditingkatkan. Karenanya, al-Ayyubi tidak segan-segan untuk mengambil pelajaran dari peringa­tan Natal tentara Salib dengan mengadakan peringatan hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. Atas idenya tersebut kemudian maulid diperingati sampai sekarang.

Latar belakang kelahirannya yang ditujukan untuk membangkitkan semangat juang pasukan Islam, maka yang dibaca di dalamnya adalah al-maghâzî, yaitu cerita-cerita perang Nabi saw. Di dalamnya berisi tentang bagaimana Nabi mengorganisir tentaranya dalam perang Badar, bagaimana perang Uhud, bagaimana perang Khandak, bagaimana Makkah itu sendiri ditaklukkan pada yaum al-fath, dan cerita-cerita heroik mengenai para sahabatnya. Pembacaan al-maghâzî seolah-olah dimaksudkan untuk mengingatkan pasukan Islam waktu itu, bahwa Nabi saw. adalah seorang jendral dan ahli perang (stragtech), dan para sahabat adalah tentara-tentara yang tidak pernah mengenal kalah.

Dengan peringatan maulid, semangat juang pasukan Islam termotivasi untuk bangkit. Mereka memerangi tentara Salib dengan semangat yang tinggi, dan berhasil mengusirn­ya dari dunia Islam untuk selamanya. Inilah permulaan dari akhir perang Salib.

Sebagian besar ulama mengetahui sejarah lahirnya maulid seperti di atas, yang itu berarti bidah. Bagi sebagian mereka, meskipun bidah, tetapi bid'ah yang baik. Dalam istilah fiqihnya, bidah hasanah, yaitu suatu kreativitas yang baik. Karena merupakan kreativitas, maka orang berbe­da pendapat menilainya. Ada yang menerima, dan ada yang menolak. Bahkan di Saudi Arabia pun yang menganut secara resmi paham kebid`ahan maulid, masih banyak orang yang mencuri-curi untuk mengadakan maulid. Salah satunya adalah Zaki Yamani, menteri perminyakan yang kemudian dipecat Raja Fahd.


*Tulisan ini diambil dari kumpulan tulisan Prof. Dr. Nurcholis Madjid (Cak Nur)

Thursday, December 8, 2016

Berdialog dengan Al-Qur'an

Oleh: Dzikri Maulana*

Al-Quran adalah kitab suci umat islam, mukjizat Nabi Muhammad Saw, dan merupakan Firman Allah Swt. Al-Quran adalah pedoman sekaligus tuntunan bagi umat islam dalam menjalani hidup, di dalamnya terdapat banyak sekali kandungan tentang ketuhanan, akhlak, sejarah, hukum, akhirat, perintah dan larangan, semesta alam, makanan dan lain sebagainya, singkatnya segala sendi kehidupan terdapat dalam Al-Quran.
Melihat fenomena di masyarakat masih banyak sekali yang memandang Al-Quran hanya sebatas untuk di baca saja, bahkan ada yang begitu mensyakralkannya sehingga menjadikan Al-Quran sebagai ajimat yang diletakan di atas sela-sela pintu rumah. Namun tahukah kita bahwa Al-Quran bukan hanya sebuah bacaan saja, tetapi Al-Quran juga mengajak kita berdialog?, seperti terdapat dalam penggalan beberapa ayat Allah yang berbunyi "apakah kaian tidak melihat", "apakah kalian tidak mendengar?", "maka nikmat Tuhankamu yang manakah yang kamu dustakan?" itu adalah beberapa tamsil kutipan ayat yang mengajak kita berdialog. Dialog yang dimaksudkan adalah dialog dalam renungan kita masing-masing (alam fikir).
Tidak hanya tentang nikmat dan karunia saja, melainkan kita diajak untuk ‘berdialog' lebih jauh lagi mengenai semesta alam, segala ciptaannya, tentang kebesaran Allah dan bukti tentang kebesaran-Nya. Selain itu Al-Quran juga merupakan ‘alat konfirmasi' , di dalamnya terdapat juga ayat-ayat untuk melegitimasi tiap-tiap dari hasil dialog dan perenungan kita terhadap ayat-ayat Allah. Dialog ini bukan dialog satu arah, melainkan dua arah sehingga bersifat komunikatif. Sebagai contoh, ketika Allah dalam firmannya menyatakan bahwa "nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan" (QS. Ar-Rahman: 13) maka Al-Quran sedang mengajak kita untuk menggunakan akal kita dan memikirkan nikmat apa saja yang telah Allah berikan dan yang telah kita nikmati.
Kemudian dalam surat yang lain Al-Quran mengkonfirmasi dan melegitimasi hasil perenungan kita diatas bahwa "Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu ; dan Dia telah menundukan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai" (QS. Ibrahim: 32).
Firman Allah merupakan perumpamaan tentang realitas yang lebih tinggi dan tak terlukiskan, bahkan sejatinya bahasa manusia tertatih-tatih dan kepayahan untuk menyampaikan pesan Ilahi. Sehingga bahasa Al-Quran didesign seirama dengan intepretasi manusia, agar manusia dapat memahami kebesaran Allah (Karen Armstrong). Di dunia ini terdapat sangat banyak ragam bahasa dengan stratifikasi yang berbeda-beda. Kategori bahasa yang memiliki strata bahasa tinggi adalah bahasa yang mampu mengintepretasikan hal yang bersifat ‘imajinatif' ke dalam kata-kata atau kalimat dan bisa merepresentasikan bahasa-bahasa yang lain. Singkatnya bahasa yang mampu membahasakan apa yang sulit dibahasakan.
Dari sekian banyak bahasa yang ada di dunia Allah memiih satu bahsa saja sebagai instrument untuk menyampaikan Firmannya (Al-Quran) agar manusia dapat memahami Firman-Nya yaitu bahasa arab. Allah berfirman dalam surah Yusuf ayat 2 "Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Al-Quran dengan berbahasa arab, agar kamu memahaminya". Selain memiliki strata bahasa yang sudah dijelasan diatas, secara lingustik bahasa arab juga termasuk bahasa yang mudah dipelajari. Sehingga memungkinkan orang non-arab dengan mudah mempelajarinya.

ketika kita membaca Ayat-ayat Allah dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya, maka ayat-ayat itu akan mengajak kita untuk merenungkan dan memikirkan semua isi kandungannya dengan akal dan hati kita, setelah itu Al-Quran akan mengajak kita untuk mencari ayat-ayat yang melegitimasi ayat-ayat sebelumnya juga terhadap hasil renungan kita.
Al-Quran bukan hanya sekedar bacaan untuk mencari informasi, tetapi juga dimaksudkan untuk memetik rasa tentang yang Ilahi (baca: nilai-nilai Ilahi), sehingga dianjurkan untuk tidak tergesa-gesa membacanya agar bisa menikmati dan meresapi kata demi kata yang terdapat pada ayat-ayat Allah serta mengambil ‘mutiara' yang terkandung di dalamnya.
Dalam memahami Al-Quran kita tentu harus mengrtahui seluk beluknya, seperti asbabunuzul atau sebab turunnya ayat, hadist-hadist yang bersangkutan, juga tafsif-tafsirnya agar pemahaman kita semakin komperhensif. Di Indonesia sendiri sudah banyak Al-Quran terjemah, tafsir Al-Quran yang juga terdapat terjemahan bahasa Indonesia, indeks Al-Quran, dll. Sehingga ini sangat memudahkan kita untuk memahami Al-Quran. Kita juga bisa memanfaatkan tekhnologi (dalam hal ini internet) untuk memudahkan melakukan pencarian terhadap ayat-ayat Al-Quran yang akan kita kaji. Sehingga tidak ada alasan untuk ‘menelantarkan' Al-Quran. Untuk itu mari kita perbaiki bacaan Al-Quran kita, dan mencoba berdialog dengan kalam ilahi, agar Al-Quran benar-benar kita jadikan sebagai pedoman hidup, bukan lagi sebagai slogan semata.

*Penulis adalah Sekretaris Umum HMI Ilmu Budaya UGM 2010-2011