Terompet Tahun Baru

Aku tertegun melihat hilir mudik orang dan lalu lalang kendaraan di jalan. Semrawut dan tidak beraturan sama sekali. Sementara langit Jogja sedari siang tadi muram dengan mendung putihnya yang tiada berganti.

Prokrastinasi; Perilaku Prokrastinator Diambang Deadline

Seringkali dalam dunia mahasiswa, kita menunda-nunda pekerjaan, berleha-leha , bersantai-santai sampai akhirnya terasa waktu mulai menyayat perlahan hingga menjerat kita dalam kondisi yang benar-benar “di garis batas kematian” (deadline).

Sepakbola : Antara Olah Raga, Agama, Industri, dan Pertarungan Ideologi Politik

Sepakbola adalah olahraga paling masyhur dan populer sejagad. Olah raga ini mempunyai penggemar paling banyak dibandingkan dengan olah raga lain. Para penggemarnya terdiri dari berbagai kalangan dan kelas sosial, dari anak-anak hingga orang dewasa, dari kelas buruh hingga bangsawan, dari rakyat jelata hingga presiden.

Gerakan Fundamentalisme Agama: Akar Konflik Dunia yang Berkepanjangan

Salah satu fenomena paling mengejutkan di akhir abad ke-20 adalah munculnya apa yang disebutkan dengan “fundamentalisme” dalam tradisi keagamaan dunia. Fundamentalisme menjadi wacana yang belakangan memperoleh perhatian luas. Segala bentuk kekerasan atas nama agama atau kelompok akan selalu dikaitkan dengan gerakan fundamentalisme.

Latihan kader 1

Bergambar bersama setelah acara Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Ilmu Budaya UGM

Tuesday, April 9, 2013

Terompet Tahun Baru


Cerpen: Dian Marfuah*)

Aku tertegun melihat hilir mudik orang dan lalu lalang kendaraan di jalan. Semrawut dan tidak beraturan sama sekali. Sementara langit Jogja sedari siang tadi muram dengan mendung putihnya yang tiada berganti. Ya, Jogja diguyur hujan sejak siang dan sampai sore ini pun belum reda juga.
sumber : www.santabanta.com
Aku berteduh disela-sela emperan toko yang sudah tutup, melindungi diriku dari guyuran air deras serta melindungi sisa daganganku yang harus habis untuk bekal makanku dan adik-adikku. Sedari tadi aku menawarkan koran kepada orang-orang yang berhenti di lampu merah ini, tapi mereka memilih untuk membeli terompet atau mercon dan kembang api untuk tahun barunan. Aku hanya menelan ludah saat kertas berisi informasi-informasi ini tak dilirik oleh mereka.
Mereka lebih memilih terompet dan kembang api itu sebagai bebunyian untuk merayakan pergantian tahun sehari lagi. Ketimbang melarisi daganganku yang sedari tadi masih menumpuk ditengah guyuran hujan seperti ini. Sekali lagi aku kalah dengan terompet tahun baru, sekalipun kukumpulkan seluruh tenagaku untuk menghabiskan sisa koran ini. Ah, tapi sia-sia belaka. Aku hanya akan semakin tersingkir dan belum lagi untuk setoran esok pagi aku harus mengeles apalagi kepada pak tua agen koran bosku itu.
Aku memutuskan untuk kembali ke rumah, meski sebetulnya bangunan itu tidak bisa kusebut rumah. Rumah itu hanya pemberian seseorang yang sangat berjasa kepadaku, pemilik rumah singgah. Rumah itu diberikan kepada kami anak-anak jalanan yang berusaha mencari penghasilan di lampu merah. Di rumah singgah itulah aku tinggal bersama kedua adik kandungku dan kawan-kawan sesama pengasong dan anak jalanan.
Risa adikku terlihat kuyu karena sejak tadi pagi kutinggal kerja ia belum makan, sementara si Dimas tertidur dengan pulasnya sembari mendekap mainan-mainan kertas buatanku. Tampaknya saking laparnya ia sampai ketiduran.
“Kamu lapar?” tanyaku, kudekati adik kecilku yang wajahnya kelaparan itu.
Ia hanya mengangguk dan menatapku dengan pertanda ingin cepat mengisi perutnya yang kosong sedari pagi itu.
“Tunggu sebentar ya, kakak beli makan. Dimas dibangunin jangan lupa.” Aku berpesan kepada adikku itu, lalu beranjak keluar mencari makanan.
Keadaan di luar masih sama, hujan semakin deras saja. Sementara jalanan