Oleh : Zidna Amalina Mufida *)
Teruntuk kau, wahai sang pemilik ruang rinduku...
Teruntuk kau, wahai sang pemilik ruang rinduku...
Aku tak tau harus menuangkan
seluruh resahku ini kepada siapa. Jika ku tuliskan di atas hamparan pasir putih
yang luas, maka hanya akan menjadi sebuah tulisan tak bertuan. Jika kutuliskan
di atas samudra yang membentang, maka hanya akan menjadi bagian dari deburan
ombak yang kemudian membaur bersama kristal-kristal bening di dasar lautan.
Maka aku tuliskan seluruh resahku di atas kertas putih ini, yang akan menampung
segala gundah gulana yang sedang merajai seluruh fikirku.
Secercah rasa yang meresahkanku
ini bernama rindu. Segenggam rasa yang menggerogoti seluruhku ini bernama
cinta. Aku hanya mampu berucap lirih tanpa mampu mengartikannya. Memaksa
anganku untuk terus melaju pada suatu waktu dimana aku dapat mewujudkan
mimpiku, mimpi untuk berada dalam ruang dan waktu yang tak terpisahkan olehmu, wahai sang pembawa risalah Tuhanku.
mimpiku, mimpi untuk berada dalam ruang dan waktu yang tak terpisahkan olehmu, wahai sang pembawa risalah Tuhanku.
Rinduku membuncah, tak sudi
membiarkan siapapun yang hendak memaksa menjadi spasi di antara imajiku. Takkan
lengah membiarkan siapapun mencari celah dalam lelahku, karena hanya kau
yang berhak menjadi raja dalam ruang
rinduku. Dan rindu ini semakin menggebu untuk segera dijamu dengan sinar
syahdumu. Cintaku menggelora, membiarkanku hanyut dalam rasa yang terdalam
kepada sang nabi akhir zaman.
Wahai kau,
Rasulku...
Aku ingin
menemuimu.
Menatap
wajah rupawanmu dengan kedua bola mataku.
Merasakan
sinarmu menerangi sekelilingku.
Menyaksikanmu
tersenyum indah, yang kemudian mampu membuat rona wajahku memerah.
Wahai kau, Rasulku...
Aku hanya
ingin kau tau, bahwa kaulah pemenang yang mampu memenangiku.
Penguasa
hatiku yang mampu membuatku tak berpaling sedikitpun kepada jiwa-jiwa yang
meronta memanggil namaku.
Hanya
kaulah satu-satunya yang sedang dan hanya ingin aku temui.
Hanya
kaulah pemilik seluruh ruang rinduku.
Ku titipkan rindu pada tiap doa
yang mengiringi sujud panjangku. Rindu kepadamu wahai Rasulku, sang pemilik
ruang rinduku. Ku lantunkan ayat demi ayat Al-Qur’an dengan syahdu, yang semakin membuatku
merindu terhadapmu, wahai sang penerima wahyu.
Kau tuntun umatmu dalam mangarungi samudra kehidupan, membawa kami
menemukan jalan yang lurus dalam ridho-Nya, tanpa membiarkan kami tersesat
dalam petangnya zaman yang tak terentahkan. Menunaikan tugasmu sebagai
nabi akhir zaman dengan perjuanganmu yang tentu tidaklah mudah.
Kau iringi langkah kaki kami
menuju jalan-Nya yang hakiki. Meringankan beban berat kami yang siap dihadang
oleh kerikil-kerikil tajam yang siap mengancam kejam. Kau sampaikan firman
Tuhan dengan tutur dan lakumu yang menawan.
Kepadamu wahai Nabi akhir
zaman...
Terselip doa untuk aku, dia,
mereka, dan kami (umatmu) mampu menjadi sebaik-baik umat untukmu. Umat yang
mampu menjadikanmu suri tauladan yang benar. Umat yang mampu mencontoh
seluruhmu. Menjadikanmu penerang hingga akhir hayatku.
Kepadamu sang pemberi wahyu...
Izinkan aku memberikan separuh
jiwaku untuk mencintaimu dengan caraku. Memberikan cinta tak terperi untuk seorang
hamba Alloh yang agung. Menempatkanmu dalam tempat terindah yang berada dalam
relung jiwaku.
Wahai Kau,
Muhammadku...
Tiada
lagi yang sanggup aku tuliskan
Selain rindu yang semakin menggebu
Cinta yang membara
Dan hati yang tak terperi
Untuk kuberikan kepadamu sang penerang
hatiku
Cinta dan rindu ini takkan pernah ada yang
mampu mengerti
Selain aku.. sang pemilik hatiku
Wahai kau, Muhammadku...
Aku adalah aku
Yang akan selalu mengadu kepada Tuhanku
Tentang cintaku yang menggebu kepadamu
Tanpa pernah berhenti mencintai dan
mencintai
Kepada sang nabi yang sangat ku cintai
Aku yang berlumur dosa ini mengerti dengan pasti bahwa hati ini tak
pantas mencintai seorang nabi, namun jiwa ini terus meronta atas nama cinta dan
rindu yang menggebu...
teruntuk kau, Muhammadku...
teruntuk kau, Rasulku....
teruntuk kau, Sang Penerang hatiku...
teruntuk kau, Sang pemilik ruang rinduku...
Yogyakarta, 10 April 2013
*) Mahasiswi Sastra Asia Barat FIB UGM 2011
0 komentar:
Post a Comment